Suku Toraja merupakan salah satu dari empat suku yang bermukim di Kabupaten Tana Toraja dan merupakan salah satu Kabupaten, dari 24 Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Semenjak adanya aspirasi yang terus berkembang seiring dengan dinamika masyarakat, serta adanya dukungan dari berbagai pihak serta keinginan politik, maka melalui proses yang panjang akhirnya pada tanggal 21 Juli 2008, ditetapkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Toraja Utara di Provinsi Sulawesi Selatan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 101, dengan demikian secara administrasi pemerintahan wilayah Tana Toraja terbagi menjadi dua, yakni Kabupaten Tana Toraja sebagai Kabupaten Induk yang Kotanya adalah Makale, sedangkan Kabupaten Toraja Utara sebagai daerah otonomi baru dan Rantepao sebagai pusat Kota, yang kemudian diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 26 Nopember 2008.
Berdasarkan letak geografis Kabupaten Toraja Utara pada khususnya berada di sebelah utara Kabupaten Tana Toraja dan terletak antara 2° 35" -3° 15" LS dan 119°120" BT dengan Luas Wilayah 1.151,47 Km² terdiri dari hutan lindung 47.900 Ha, Hutan Rakyat 5.260 Ha, 12.790,93 Ha, Kebun 14,620 Ha. Permukiman 9.865 Ha dan berada pada ketinggian 704-1.646 mdpl.
Batas wilayah Kabupaten Toraja Utara
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Propinsi Sulawesi Barat
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Luwu
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Sulawesi Barat
Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki sosial dan berbagai praktek ritual di kawasan dataran tinggi Sulawesi. "Toraja" (dari bahasa pesisir ke, yang berarti orang dan Riaja, dataran tinggi) pertama kali digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran tinggi. Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar, seperti Suku Bugis dan Suku Makassar, yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi, daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran Misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di Tana Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama, Suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), Suku Makassar (pedagang dan pelaut), Suku Mandar (pedagang dan nelayan) dan Suku Toraja (petani di dataran tinggi).
Dulu ada yang mengira bahwa Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam Utara dan Cina Selatan, adalah tempat asal Suku Toraja. Sebetulny, orang Toraja hanya salah satu kelompok penutur bahasa Austronesia. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.
Bahasa Suku Toraja
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.
Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae', Talondo', Toala' dan Toraja Sa'dan, serta termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
Suber yang terkait:
1. http://www.tanatorajakab.go.id/en/content/sejarah-singkat
2. http://www.torajautarakab.go.id/profil-daerah/letak-geografis.html
3. http://youchenkymayeli.blogspot.com/2012/11/profil-suku-suku-di-sulawesi-selatan.html